RSS

Kamis, 11 Juni 2015

Kecewa

Senyum hangat yang kau lemparkan sore itu menjadi awal dari keretakan. Lagi-lagi kau telat datang, ntah untuk ke berapa kalinya kamu melakukan kesalahan yang sama. Aku sudah menunggumu satu jam dan menghabiskan setengah cangkir tirramisu milk. Tanpa kata maaf kamu datang sambil mengutak-atik handphonemu. Ntah lah siapa yang kau hubungi bahkan bbmku pun tak kau baca. Wajahku menahan amarah, tapi tetep ku berikan senyum kepadamu. Aku tak berharap semuanya menjadi retak tapi sudah terlanjur. Ntah apa yang harus dijelaskan dari semuanya. Kecewa, mungkin itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan isi hatiku. Gak seindah yang dibayangkan diawal, ego dan ego yang muncul. Ingin rasanya hati ini menjerit kenapa harus begini. Apalah dayaku, kamu begitu membuatku bosan dengan semuanya. Sore ini bukan kali pertama kita bertengkar. Sudah sekian kalinya dan nyatanya aku lelah dengan pertengkaran yang konyol.                                               
Pernahkah kamu menghargai tiap detik bersamaku? Menghargai waktu saat bertemu, telponan, bbman atau apapun itu. Dulu kau sering melakukannya dan sekarang? Bukan karena kamu terlalu sibuk, tapi kamu yang membuang waktumu untuk tidak melakukan hal itu. Buat apa datang menemui ku kalau hanya untuk duduk disampingku dan mengutak-atik handphone, seakan kehadiranku tak begitu berarti. Lucu ya, tapi memang begitu. Saat kamu bercerita, aku semampuku melihatmu tanpa berkedip walaupun aku tak sanggup melakukannya. Bahkan ketika aku bercerita kamu seakan tak tertarik mendengarkannya. Tak apa, sudah terjadi. Aku menelponmu dan nyatanya kamu malah sibuk dengan temanku disini. Sudahlah, percuma aku mengeluh denganmu toh kamu punya persepsi sendiri. Tak sanggup aku menahan semuanya. Bahkan kekhawatiranmu menurutku terlalu berlebihan. Maaf jika kamu merasa kamu tak pernah melakukan itu, mungkin aku yang terlalu perasa atau aku yang berlebihan menanggapi tingkahmu. Titik jenuh sudah ku hadapi sekarang dan kamu tak ada usaha untuk mengubahnya. 

Sudahlah sudahi saja kalau begini, jangan beri aku harapan. Terlalu sakit menahannya. Sedangkan kamu ? Terlalu tidak peduli dengan keadaan. Kamu marah cuma karena BBM ? Lucu ya ? Apa terlalu protektif ? Apa semuanya kamu harus tau ? Bahkan papa mamaku pun tak seprotektif itu. Ah, terlalu banyak jika diceritakan. Buang-buanglah waktumu dengan teman-temanku, semoga  kamu nyaman dengan salah satunya. Bahkan ketika aku memutuskan akan denganmu kamu selalu bertingkah dan berulah. Mungkin Tuhan menjelaskan bahwa kita tak pantas bersama, atau hanya kita yang saling tak mengerti. Aku hampir putus asa dengan semuanya. Biarlah kamu berfikir dan aku juga akan berfikir. Pantas atau tidaknya semua ini kita teruskan. 

Minggu, 08 Maret 2015

Ini pilihan bukan kenangan.

"Sudah terlalu lama sendiri, sudah terlalu lama aku asiiiik sendiri.. Lama tak ada yang menemani, rasanya........"


Track ini memang jadi Track favoritku untuk beberapa hari ini. Sore itu, aku sendiri menatap rintik hujan yang menemani kesendirian hati. Aku masih sendiri bukan karenamu yang baru saja ku tinggalkan dengan alasan klasik,"aku lagi gak mau pacaran". Aku memang pernah benar-benar menegaskanmu tentang ini,"gini ya, aku sama kamu kayak gini bukan karena kejadian di jogja kemarin, ya aku emang mau kita kayak gini aja. Pokoknya gak ada hubungannya sama dia." Mungkin kamu terlalu polos, semuanya berjalan tanpa adanya ganjalan darimu. Intinya pada saat itu hingga sekarang, aku bukan lagi padamu, dan kamu bukan lagi kamunya aku. 


Semuanya telah terjadi ditambah lagi pemilihan mu yang mengecewakanku,"yauda kamu pilih aku atau muncak???". Untuk itu saja kamu tidak bisa memberi pilihan buat apa aku memilih kamu? Kamu janji mau menghubungiku saat kamu pulang tapi dimana usahamu?? Kamu berharap kita baik-baik saja padahal aku sudah terlanjur kecewa. Dengar ya, aku memang tak akan pernah marah, cemburu, atau apalah dengan wanita-wanita yang berusaha mendekatimu. Kita hampir 7 tahun kenal, aku tau betul kamu bukan sosok pria yang suka tebar pesona. Tak usah tebar pesonalah aku tau kok banyak disana yang mengharapkanmu. Tapi semuanya sudah kepalang basah. Sekarang aku punya 2 pilihan baru, sayangnya aku belum menemukan sesuatu yang sering disebut "kenyamanan". Mereka menghabiskan sedikit umur ku hanya sekedar untuk mengenal mereka. Aku merasa bodoh, kenapa aku harus mulai lagi dari awal. Bukankah aku pernah merintis semuanya bersamamu? Kenapa aku harus mencari orang lain yang ntah jelasnya. Tapi aku berfikir lagi, apa yang harus kita lanjutkan kalau kau saja masih begitu kekanak-kanakan?


Mungkin jika aku sibuk mencari yang sempurna aku bakal kehilangan yang terbaik. Tapi inilah manusia, aku gakan pernah puas sampai aku bisa merasakan kebahagiaan seutuhnya, seperti yang pernah aku rasakan dulu. Aku tak masalah dengan jarak, toh aku pernah bilang. Semuanya bisa dijalani? Semuanya bisa dilewati? Yang penting, kita saling jaga, saling percaya, tapi nyatanya? Kamu malah pergi dengan dia. Sudahlah lupakan, aku yang konyol. Sekarang aku sendiri pusing dengan pilihanku, ada yang dekat, dia anaknya manja, lucu tapi posesif. Ya kamu pasti tau apa maksudku, ada juga lucu, asik tapi jauh. Lebih jauh dari kamu dia di pulau Jawa bagian timur. Ntah kapan dia akan pulang kesini. Masih terlalu lama. Ya sebenarnya aku juga belum berani menitipkan hati ini ke orang lain. Aku masih butuh waktu untuk memilih, aku tidak mau terulang lagi seperti mu, kembali lagi karena merasa banyak yang tertinggal padaku. Ntah kenangan atau apalah. Sulit bagiku, mencari kenangan dan mengembalikannya. Apalagi saat kamu bilang aku berubah, gak seperti dulu. Aku sedikit kesal kenapa kamu suka dengan yang dulu-dulu? Memangnya aku megantropus erectus?

Ya, sudahlah.. Senja sudah berganti malam, aku menghabiskan waktu ku berjam-jam cuma untuk menulis kerumitan dari kesendirian hati. Aku menghabiskan dua gelas susu dan satu roti hanya untuk memikirkan ini. Seperti dilanda kekacauan yang teramat ya padahal aku biasa saja. Belum ada yang bisa ku pilih, hanya menimbulkan keraguan dari hari ke hari. Yang dekat sudah punya pacar, yang jauh lagi dekat juga sama orang. Oh, iya aku lupa. Kamu? Ah, aku gak suka sama yang dulu-dulu. Yah, untuk saat ini sendiri memang nyaman, sampai pada akhirnya akan ada yang datang membawa kebahagiaan dimasa depan. Aku harap itu bukan yang dulu-dulu. Karena ini semua pilihan bukan kenangan. Ah, sudahlah sudah malam. Kalau aku terus memikirkan kalian aku akan botak lebih cepat. Sudah malam. Selamat tidur. 

Jumat, 23 Januari 2015

Bodohnya, Perasaan itu Masih Ada.

Rasanya sudah terlalu lama aku meninggalkan laptop, untung saja tidak sampai ada debu yang bertumpuk. Aku juga merasa jari-jari ini menyimpan rindu dengan keyboard. Hampir seminggu aku tak bergelut dengan hal yang begini. Makin hari memang makin sibuk, tak ada waktuku untuk sekedar merebahkan diri di atas kasur pada siang hari seperti yang biasa ku lakukan di hari-hari sebelum seminggu ini berjalan. Sebenarnya aku juga bingung mau menulis tentang apa, ntah kenapa beberapa hari ini pikiranku selalu tertuju padamu Yah, siapa sajalah yang merasa. Ah, aku bingung mau menulis ini. Nanti ada yang kecewa lagi, dibahas sampai ke bbm. Fiktif kah? Fiksi kah? Ah, sudahlah. Terserah kalian saja.

Hasrat bodoh itu muncul saat aku sedang duduk menunggu dia, setengah jam aku duduk di cafe itu. Iya, cafe yang kami janjikan dua hari sebelumnya. Kejenuhan menghampiri dan jariku menggeser-geser trackpad handphone. Tiba-tiba aku mengklik pada icon twitter. Ku lihat timeline tidak ada yang spesial. Dengan bodohnya aku mengetik username-mu. Yah, tak ada niat untuk mencari yang spesial disana hanya sekedar ingin tahu kegiatanmu saja. Ternyata, hari itu adalah hari jadi kamu dan pacarmu ya? Aku lupa persisnya berapa bulan kalian. Segitu bodohnya aku, melihat umbaran kemesraan kalian. Aku tau, aku dan kamu sudah tidak ada apa-apa lagi. Tapi tak bisa dipungkir bahwa masih tersisa walaupun hanya beberapa titik. Semuanya semakin terasa membiru saat aku melihat screencapture bbm mu ke pacarmu hampir satu tahun yang lalu. Dan isinya hampir sama dengan smsmu kepadaku lima tahun yang lalu. Makin terasa tak ada yang spesial. Akupun merasa tidak spesial dulu, walaupun aku duluan yang kamu kirim kata-kata seperti itu, aku duluan yang bisa mengisi hari-harimu, aku duluan yang tau rumahmu, semuanya aku dulu lah baru dia. Tapi tetap saja, dia yang sekarang jadi yang spesial untukmu, dia yang sekarang membuatmu tersenyum saat menerima pesan, dia yang membuatmu semangat, dia yang selalu kamu beri kabar saat kamu membuka dan menutup mata. Dia bukan aku.

Sebenarnya penyesalan itu masih tergores dihati kenapa dulu aku melepaskan orang sepertimu, memang konyol tapi aku jujur. Pada saat itu aku memang ingin sendiri tapi kamu sepertinya tidak bisa sendiri. Begitu cepat kamu mendapat pengganti.  Dulu yang aku inginkan hanya status yang berubah karena aku hanya ingin sendiri tapi mungkin kamu sudah terlalu sakit jadi kamu benar-benar membuat semuanya berakhir. Aku memang bodoh melepaskanmu dan mengharapkan kamu kembali padaku dengan utuh. Tapi semuanya tidak akan pernah terjadi. Sudah dua tahun kita jalani masing-masing, kamu juga terlihat nyaman-nyaman saja dengan ini. Jadi, tidak ada yang harus kita perbaiki bukan? Toh, aku juga pernah berdoa “Jika ini jalan yang terbaik untuk aku dan kamu biarkan semuanya seperti ini, tapi jika ini bukan yang terbaik maka satukan kami seperti dulu”. Dan sampai sekarang semuany masih seperti ini. Belum berubah atau tidak akan berubah? Sudahlah.. Aku memang bodoh.

Khayalanku akan penyesalan dan kenangan itu terpecah saat dia datang. Membawa dua batang cokelat kesukaanku. Senyum yang dia lemparkan kepadaku beberapa saat membuatku kembali memikirkan dan mengingat senyummu. Dulu kamu yang datang dihadapanku membawa cokelat itu. Dulu kamu yang sering telat dan membuatku menunggu berjam-jam tapi sekarang tidak ada lagi kamu. Tidak ada lagi cokelat darimu.Ya, tidak ada lagi kamu walaupun perasaan itu masih ada.

Kamis, 08 Januari 2015

Selamat Tinggal


Kekesalan yang meluap pada malam itu membuat semuanya berubah, ini memang yang ku takutkan. Ini yang ku khawatirkan 2 minggu yang lalu, tapi kamu tetap santai. Aku tau, santaimu bukan karena kau tak peduli tapi kamu lebih tak ingin berpikir buruk. Nyatanya aku benar-benar kehilangan.  Sejak malam itu tak ada lagi kabarmu. Aku cukup melihat aktivitasmu dari timeline. Senang ya, sedangkan aku disini masih kecewa atas semua yang telah kamu katakan kepadaku. Mungkin kamu sudah lupa, aku yakin iya. Kalau kamu belum lupa takan sampai kata-kata seperti itu keluar dari benakmu dan diketik jempolmu lalu dengan sengaja terkirim. Bodoh.

Hal yang membuatku makin menyesal kenapa pada malam itu aku malah berubah pikiran. Padahal awalnya aku punya perasaan kalau semuanya akan seperti ini. Aku sudah bilang kan, semuanya akan berbeda, semuanya akan berubah karena suasana, situasi dan keadaan gak akan sama. Tapi malam itu juga kamu malah marah padaku, kamu bilang aku jahat, kamu kecewa, kamu kesal, kamu benci sama aku. Kamu tanya kenapa aku bisa berpikir demikian? Apa aku mau meninggalkanmu? Apa aku gak mau ketemu kamu lagi? Apa aku gak mau curhat sama kamu lagi? Itu kan yang kamu bilang? Kamu lontarkan pertanyaan itu bertubi-tubi sampai-sampai aku gak tau harus jawab apa. Yang aku ingat aku bilang “Tapi perasaan gua sih bilang gitu semuanya bakal berubah”. Dan kamu makin marah, “Gak seharusnya lo ngomong gitu, kenapa sih lo mikirnya jelek banget? Lo gak mau lagi temenan sama gua? Waktu gua sakit siapa yang disamping gua dan ngipasin gua? Lo kan? Lo itu udah gua anggep sahabat gua. Tapi lo malah ngomong kayak gitu. Harusnya lo itu bilang.... Nanti kita disana bareng lagi ya, kita curhat-curhatan lagi ya, kita main musik bareng lagi ya.. harusnya lo bilang gitu bukan lo bilang kalo semuanya bakal beda. Gua benci sama lo, gua kesel. Lo tau gak sih lo ngomong gitu nyakitin tau gak? ”. Bibirku bungkam dan hari sudah semakin larut, aku gak mau semuanya kacau. Dan aku memilih percaya kepada kata-katamu.

Sahabat? Mungkin aku terlalu bodoh ya. Padahal kamu tau kalau aku sudah berkali-kali kehilangan sahabat. Ntah dia pergi pindah daerah dan tak ada komunikasi lagi. Ntah yang karena salah paham, ntah yang karena dia sekarang jauh dan jarang ketemu. Dan kamu tau kan aku sudah bilang kalau itulah sebab aku gak mau punya temen yang bener-bener deket apalagi sampai sahabat, aku Cuma gak mau kehilangannya lagi. Cukuplah aku kehilangan yang kemarin-kemarin, tapi kau malah begitu dan aku lagi-lagi kecewa dan kehilangan. Sudahlah, terserah kamu saja. Aku sudah cukup dengan semuanya. Kamu memang masih cukup sempit untuk memikirkan masalah ini. Toh, aku lebih suka kamu bahagia dan gak sedih kok. Itu saja. Mungkin kekesalan itu masih teringat tapi tak ada luka yang membekas. Aku mencoba menghilangkan semua kata-katamu dari benakku. Dan selamat tinggal untuk semuanya, untuk kenangan kita.


yuk ada cerpen lagi ini, marii dibaca^^

Minggu, 04 Januari 2015

Maaf

Tak seindah yang dibayangkan dan semudah yang dipikirkan. Semuanya udah terlalu rumit dan terbelit sampai-sampai aku bingung apa penyebab goyahnya pendirianku. Sudah cukup lama memang terpendam dan kini meledak sudah timbunan egoku. Hingga kamu pun mengatakan “Aku pengen kita itu kayak dulu aja, bukan kayak sekarang sama-sama egois.”, aku tau persis nada bicara kamu walaupun itu hanya kata-kata yang kamu tulis lewat blackberry messenger. Jelas aku tau, kita kenal sudah hampir 8 Tahun yang lalu bukan? Dari kamu masih culun, lugu hingga menjadi jagoan yang nakal seperti sekarang. Aku tau, bahkan ceritamu dengan mantanmu saja aku tau apalagi Cuma sekedar nada dan gaya bicaramu. Aku banyak menghabiskan untuk sekedar mendengar suaramu melalui telpon dan melihat wajahmu melalui skype. Jadi aku hapal betul.

Sejak kemarin kita memang gak baik-baik aja, banyak perbedaan yang menimbulkan perselisihan hingga menjadi percekcokan. Aku yang terlalu ingin bebas dan kamu yang semakin hari semakin posesif. Aku udah bilang ya, aku bukan anak SMA lagi yang semuanya serba diatur. Temanku banyak, gak seharusnya kamu memperkecil lingkungan sosialku. Kamu harusnya bisa percaya sama aku,  tapi nyatanya kamu malah gak kasih kepercayaan itu padahal seharusnya aku yang gak percaya sama kamu tapi ini sebaliknya. Kamu memang aneh, disetiap pertengkaran kita yang diawali dengan kesalahanmu kamu pasti cari-cari kesalahan aku. Please kita itu bukan anak kecil, udah sama-sama dewasa jadi jangan ginilah. Aku gak suka kamu kayak gini, kamu selalu cari pembelaan alasannya kamu takut kehilangan aku. Klise. Semakin kamu ngekang aku, semakin kamu posesif sama aku maka aku akan semakin jauh sama kamu dan ketakutan kamu itu akan semakin besar karena aku gak akan mungkin betah sama sikapmu. Maaf ya.

Yaa, sejujurnya aku masih sayang sama kamu. Tapi mungkin rasa sayang ini gak seperti dulu. Iya, dulu. Mungkin kamu ngerasa kalo aku sekarang lebih cuek dan lebih gak peduli sama kamu. Ya, tapi aku udah berusaha sebisa aku untuk jadi aku yang dulu. Walaupun itu susah banget. Mungkin aku terlanjur kecewa dengan semuanya, aku udah berusaha lupa dengan kejadian-kejadian itu dan aku lupa tapi rasa itu udah terlanjur hilang, sayang itu udah terlanjur luntur. Aku memang masih sayang kamu tapi rasanya kita gak bisa bertahan lebih lama. Aku Cuma gak mau nyakitin kamu lebih lama dengan kebodohan dan keegoisanku selama ini. Aku yang ingin terlalu bebas sedangkan kamu yang terlalu posesif. Aku dulu pernah bilang ke kamu “udahlah, kita ini masing-masing aja. Yang penting kita sama-sama gak selingkuh”. Intinya sih yang aku mau dari kata-kataku itu, ya kamu gapapa kok ngobrol sama temen-temen kamu yang cewek aku juga gitu tapi masih dalam kewajaranlah. Dan jangan selingkuh, saling percaya dan saling jaga kepercayaan. Nyatanya, gabisa. Aku malah kayak anak kecil yang harus selalu kamu awasi. Aku gak suka. Maaf ya.

Cukup, mungkin aku dan kamu udah sama-sama lelah. Kita butuh sesuatu yang baru. Kita butuh sendiri, dan aku butuh tanpa kamu. Tanpa suara kamu, tanpa bbm kamu, tanpa sms kamu, tanpa omelan kamu. Semoga aku bisa merasakan kehilangan kamu jadi aku gakan  nyia-nyiain kamu lagi. Aku sayang sama kamu tapi aku mau kita temenan dulu aja ya. Maaf ya, aku salah.

 ada lagi nih... 
cerpen - selamat tinggal

cerpen - abadi seperti edelweis
cerpen - bintang malam 
cerpen - harapan pada sebuah balon

Jumat, 02 Januari 2015

Abadi seperti Edelweis

Berawal dari pertemuan kita sore itu, mungkin kamu udah lupa ya? Tapi aku masih jelas-jelas ingat dengan percakapan singkat kita. Iya, percakapan kita yang saling mengutarakan asal daerah kita. Dari situ aku melihat sorot mata ceria dan tawa renyahmu yang menemani hariku saat latihan. Perkenalan pertama itu sudah cukup bagiku untuk tau sosok mu yang lucu, ceria, semangat, dan optimis. Kamu selalu meyakinkan padaku tentang semua hal yang selalu ku ragukan, kamu yang berusaha memberi semangat disaat aku benar-benar sudah lelah disana. Iya, kamu... TAM.  Sahabat yang sempurna.

Dan petemuan kita bukan hanya pertemuan yang tak memiliki warna apa-apa semakin hari semakin terlihat indahnya warna cerita kita. Apalagi celotehanmu  yang memecah kebosananku saat latihan. Semuanya baik-baik saja. Semuanya tetap berwarna. Bahkan kau menjadi pendengar yang baik akan segala keluhku, yang aku ingat kamu bilang “Udah sih, lo itu jangan kebanyakan ngeluh. Dijalanin aja, lo gak sendirian kok. Masih ada gua, masih ada yang laen.” Kamu tuh jagoan ya, tapi aku heran kenapa kamu bisa nangis. Dan lucu banget kalo kamu nangis itu hahaha kapan-kapan aku foto deh kalo kamu nangis biar kamu tau kamu gimana kalo nangis.

Kamu itu dewasa sih kadang-kadang, pikiran dan omonganmu itu gak bisa diduga tapi kalo kamu lagi dewasa. Kalo lagi kumat manja nya sebenernya kamu tuh manja, lucu banget deh pokoknya. Tapi gimanapun kamu aku tetep sayang kok sama kamu, kamu tetep sahabat yang istimewa dihati aku. Yah, walaupun aku sekrang gak bisa nemuin cerianya kamu lagi tawa kamu lagi tapi aku seneng bisa kenal sama kamu. Bisa ada disamping kamu saat semua kebahagiaan itu ada di kamu.

Sebenernya aku gak mengharapkan apapun dari kamu, aku Cuma pengen ngeliat kamu yang dulu. Yang ceria, lucu, semangat, optimis, jagoan. Tanpa air mata, tanpa muka sedih kamu itu yang udah pernah aku bilang ke kamu kalo aku gak suka liat kamu sedih. Yang aku mau itu liat senyum kamu, ketawanya kamu. Yah, walaupun aku gak ketemu kamu sih, kamunya jauh sekarang. Tapi dengan VN aja cukup kok ngobatin rasa kangen aku ke kamu. Makasih ya, udah ngabisin waktu buat ngirimin VN ke aku. Maaf kalo aku sering ganggu waktu kamu istirahat.

Oiya, maaf juga ya dulu aku pernah bangunin kamu malem-malem waktu kamu lagi tidur, Cuma buat ngambil baju peragaan. Sebenernya gak tega bangunin kamu. Tapi gimanalah soalnya bajunya mau dipake. Terus maaf juga waktu H-1 TUPDIK, kamu kan udah tidur terus aku dateng ke dormitory dan aku minta temen kamu buat manggil kamu ternyata kamu udah tidur. Sebenernya aku pengen bilang kalo aku gamau liat kamu sedih kayak gitu, aku gak suka. Karena TAM yang aku kenal dulu itu orangnya ceria bukan yang murung kayak gitu. Aku Cuma gamau liat kamu kayak gitu. Tapi gatau kenapa mulut ini susah banget ngomong gitu ke kamu. Gak tega liat kamu ngantuk-ngantuk dan kedinginan. Maaf ya, aku gak ada maksud kok bikin kamu kayak gitu.

Semoga semuanya baik-baik aja ya, semoga kita bisa bareng lagi ya, kita bisa ngobrol bareng lagi, curhat-curhatan lagi, main musik bareng lagi, ketawa bareng lagi dan semoga persahabatan kita abadi ya tam, kayak bunga edelweis. Oiya, cepet sembuh ya. Pokoknya aku gamau kamu sakit , kamu sedih apalagi kamu nangis. KITA SAHABAT SELAMANYA YA TAM!!!



Yuk liat cerpen yang lain nih..
cerpen - selamat tinggal
cerpen - harapan pada sebuah balon
cerpen - semuanya masih ku ingat
cerpen - segenap rahasia

 
Copyright mmshabrinaa's 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .