Kekesalan yang
meluap pada malam itu membuat semuanya berubah, ini memang yang ku takutkan.
Ini yang ku khawatirkan 2 minggu yang lalu, tapi kamu tetap santai. Aku tau, santaimu
bukan karena kau tak peduli tapi kamu lebih tak ingin berpikir buruk. Nyatanya
aku benar-benar kehilangan. Sejak malam
itu tak ada lagi kabarmu. Aku cukup melihat aktivitasmu dari timeline. Senang
ya, sedangkan aku disini masih kecewa atas semua yang telah kamu katakan
kepadaku. Mungkin kamu sudah lupa, aku yakin iya. Kalau kamu belum lupa takan
sampai kata-kata seperti itu keluar dari benakmu dan diketik jempolmu lalu
dengan sengaja terkirim. Bodoh.
Hal yang
membuatku makin menyesal kenapa pada malam itu aku malah berubah pikiran.
Padahal awalnya aku punya perasaan kalau semuanya akan seperti ini. Aku sudah
bilang kan, semuanya akan berbeda, semuanya akan berubah karena suasana,
situasi dan keadaan gak akan sama. Tapi malam itu juga kamu malah marah padaku,
kamu bilang aku jahat, kamu kecewa, kamu kesal, kamu benci sama aku. Kamu tanya
kenapa aku bisa berpikir demikian? Apa aku mau meninggalkanmu? Apa aku gak mau
ketemu kamu lagi? Apa aku gak mau curhat sama kamu lagi? Itu kan yang kamu
bilang? Kamu lontarkan pertanyaan itu bertubi-tubi sampai-sampai aku gak tau
harus jawab apa. Yang aku ingat aku bilang “Tapi perasaan gua sih bilang gitu
semuanya bakal berubah”. Dan kamu makin marah, “Gak seharusnya lo ngomong gitu,
kenapa sih lo mikirnya jelek banget? Lo gak mau lagi temenan sama gua? Waktu
gua sakit siapa yang disamping gua dan ngipasin gua? Lo kan? Lo itu udah gua
anggep sahabat gua. Tapi lo malah ngomong kayak gitu. Harusnya lo itu
bilang.... Nanti kita disana bareng lagi ya, kita curhat-curhatan lagi ya, kita
main musik bareng lagi ya.. harusnya lo bilang gitu bukan lo bilang kalo
semuanya bakal beda. Gua benci sama lo, gua kesel. Lo tau gak sih lo ngomong
gitu nyakitin tau gak? ”. Bibirku bungkam dan hari sudah semakin larut, aku gak
mau semuanya kacau. Dan aku memilih percaya kepada kata-katamu.
Sahabat? Mungkin
aku terlalu bodoh ya. Padahal kamu tau kalau aku sudah berkali-kali kehilangan sahabat.
Ntah dia pergi pindah daerah dan tak ada komunikasi lagi. Ntah yang karena
salah paham, ntah yang karena dia sekarang jauh dan jarang ketemu. Dan kamu tau
kan aku sudah bilang kalau itulah sebab aku gak mau punya temen yang
bener-bener deket apalagi sampai sahabat, aku Cuma gak mau kehilangannya lagi.
Cukuplah aku kehilangan yang kemarin-kemarin, tapi kau malah begitu dan aku
lagi-lagi kecewa dan kehilangan. Sudahlah, terserah kamu saja. Aku sudah cukup
dengan semuanya. Kamu memang masih cukup sempit untuk memikirkan masalah ini.
Toh, aku lebih suka kamu bahagia dan gak sedih kok. Itu saja. Mungkin kekesalan
itu masih teringat tapi tak ada luka yang membekas. Aku mencoba menghilangkan
semua kata-katamu dari benakku. Dan selamat tinggal untuk semuanya, untuk
kenangan kita.
yuk ada cerpen lagi ini, marii dibaca^^
0 komentar:
Posting Komentar