Ketika kata dan rasa bersautan, timbulah ego yang bertautan.
Aku adalah aku, dan kamu adalah kamu. Jadi jangan berharap duka yang telah menjadi luka akan ingat dengan cita dan cinta.
Karena hakikatnya seorang aku tidak pernah memintamu untuk datang, apa akan jadi urusanku jika kamu ingin pulang? Ntah pulang atau menghilang..
Sebab secarik pilu telah berbisik merdu. Menguatkan yang membiru untuk tetap tinggal jangan terburu mengganti yang baru.
Siap atau tidaknya bukan urusanmu, ini ranahku. Silahkan mainkan ranahmu. Menikmati boleh tapi jangan mengusik. Aku adalah aku, dan kamu nikmati lah hidanganmu. Jangan meminta yang tidak ada, dan jangan nikmati kalau kau tak mau.
Tidak mengerti? Silahkan bertanya, penasaran? Katakan. Bingung? Ungkapkan. Susah? Coba. Tidak sanggup? Mundur, tapi jangan membuatku untuk pamit. Karena sebelum kamu memintaku aku akan langsung berlari keluar. Walau aku tahu yang datang bukan aku tapi kamu, kalau kamu ingin menetap di rumahku tak masalah. Aku yang pergi meninggalkan rumahku.
Dalam diam. Kamu tidak akan bisa membaca mataku. Karena kamu belum kenal aku. Kalau kamu kenal mungkin kamu tidak akan pernah coba coba. Ada doa ayah yang selalu mengiringi. Hati hati. Ayah tak pernah menyakiti. Semoga lekas menjadi ayah. Agar mengerti dan berhenti.
Selasa, 10 Juli 2018
Senin, 09 Juli 2018
Cerpen - Jangan harapkan pelangi jika kau takut hujan.
Sudah setengah jam aku menunggumu disini, iya di kafe yang semalam kau sebutkan akan menjadi tempat pertemuan kita yang sudah beratus kali. Sebenarnya aku tidak ingin bertemu denganmu, menoreh luka menggores asa. Tapi biarlah mencintaimu menjadi urusanku, selebihnya terserah padamu.
"Untukmu, sang pecinta kopi.
Selamat siang, "
Tulis ku, waktu menunggumu ku gunakan untuk menulis hal romantis yang selalu ku lalukan kepada nya.
Iya, dia yang sangat kau benci, yang sampai sampai membuatmu berkata dan berkomentar tentang kisahku
"sesuatu yang baik seharusnya dimulai dengan cara yang baik, iya aku tahu kamu mulai dengan cara yang baik karena kamu gak tahu apa apa tapi dia? Dia tahu ini gak baik tapi tetep dimulai kan? Harusnya dia memulainya menunggu waktu yang baik bukan sekarang. Aku gak pernah doa yang jelek buat kamu, kok kamu bisa sepatah ini ya? ".
Waktu demi waktu terbuang. Namun kamu belum juga datang, ku lanjutkan tulisan.
"yang harus kamu tau,
Aku gak akan pernah mau jadi gula di kopimu..
Karna gula cuma bisa larut.
Dan nyatanya, kopi dicari karena terselip sisi pahit..
Dan aku gak mau cuma jadi pemanis".
Kurang lebih begitu. Sebenarnya aku sih gak tau dia itu pencinta kopi atau bukan, namun setelah ku baca berulang ulang seharusnya ada kalimat yang aku tambahkan atau bahkan ku ganti, mungkin seperti ini
"..............................Dan aku gak mau cuma jadi pemanis.
Untukmu, pencinta kopi.
Katakan jika ingin bertamu, jadi aku tidak bingung saat kau datang.
Harus memberimu kopi atau hati".
Memang lebih pas jika ditambah bukan diganti.
Satu jam berlalu, kehadiranmu tak juga tiba. Aku hanya bisa membolak balikkan handphone sesekali ku lihat notifikasi instagram, Whatsapp juga tidak ada kabar darimu.
Kamu bilang ada mobil yang membuat jalan macet, sudah sering ini terjadi. Tapi akupun sudah sering menanti.
Kamu datang, dengan keadaan basah kuyup. Sampai sampai aku mengira kau jalan kaki. Memang parkirannya cukup jauh, tapi kok bisa? Apa kamu gak sakit nantinya?
Aku bertanya,"Lah kamu kenapa gak telfon aku? Biar aku bawain payung? Aku udah siapin payung kok buat kamu?".
Dan kamu menjawab,"apa ada pertolongan yang lebih manis dari persiapan yang tanpa diminta?"
Ah, kamu selalu membuat wajahku merah.
Dan kamu berkata,"hujan pasti ngomong gini. Kamu gak suka aku? Gak apa apa, kamu boleh berteduh kok. Aku gak akan pernah maksa untuk kamu basah karna aku".
Dengan cepat aku menjawab kesal.
"Jika kamu memang hujan,
Dan aku tidak suka hujan,
Kenapa kamu menyuruhku berteduh?"
Kamu pun langsung menjawab,
"Jika aku yang hujan,
dan kamu suka. Kamu boleh kok berteduh, jika tidak ingin basah
Karna suka belum tentu siap berkorban."
Aku langsung menjawab,
"suka itu kesenangan,
berteduh itu pilihan
Kadang kita boleh jadi memilih yang bukan kesenangan agar atau artinya kekecewaan"
Kamu langsung menjawab,"salah. Kali ini kamu salah dan harus ku perbaiki pikiranmu.
Yang benar begini :
kadang boleh jadi kita memilih yang bukan kesenangan atau tidak memilih yang padahal kesenangan hanya karna kita terlalu mengharapkan kebahagiaan dan takut akan kekecewaan."
Dan kamu kembali melanjutkan, "itu lebih tepatnya. Jangan kamu berlarut, hati itu bukan gula yang harus dilarutkan dalam sebuah kopi. Hidangkan kopinya jangan hatinya." matamu sambil melirik tulisanku disecarik kertas yang tepat ada dibawah handphone dan kunci mobilku.
"Kamu kangen? Atau kamu..."
Langsung ku patahkan,"sudahlah diam, aku hampir 2 jam menunggumu, ku buat saja itu".
Kamu menjawab dengan ledekan, "membuat tulisan tentang pencinta kopi? Tak sudah sudah masa lalumu.. Wajar 5 tahun hahaha tapi kok 5 tahun hanya bertamu, sampai kopi yang disajikan habis dan malah meminta hati.
Eh mana hatimu?
Sudah dikembalikan belum?
Kalo belum,
Sini biar aku yang ambil darinya".
Kata kosong yang tidak manis tapi selalu membuat senyum simpul diwajahku, selalu ada pelangi setelah hujan. Tapi jangan berharap pelangi akan datang kalau kamu tidak berani jalan ditengah hujan. Jemputlah kejarlah pelangimu, jangan peduli basahnya dirimu. Karena ketidaksenanganmu akan hujan belum tentu menggagalkanmu bertemu pelangi, sebaliknya kesenanganmu akan hujan belum tentu membuatmu dapat melihat pelangi.
"Untukmu, sang pecinta kopi.
Selamat siang, "
Tulis ku, waktu menunggumu ku gunakan untuk menulis hal romantis yang selalu ku lalukan kepada nya.
Iya, dia yang sangat kau benci, yang sampai sampai membuatmu berkata dan berkomentar tentang kisahku
"sesuatu yang baik seharusnya dimulai dengan cara yang baik, iya aku tahu kamu mulai dengan cara yang baik karena kamu gak tahu apa apa tapi dia? Dia tahu ini gak baik tapi tetep dimulai kan? Harusnya dia memulainya menunggu waktu yang baik bukan sekarang. Aku gak pernah doa yang jelek buat kamu, kok kamu bisa sepatah ini ya? ".
Waktu demi waktu terbuang. Namun kamu belum juga datang, ku lanjutkan tulisan.
"yang harus kamu tau,
Aku gak akan pernah mau jadi gula di kopimu..
Karna gula cuma bisa larut.
Dan nyatanya, kopi dicari karena terselip sisi pahit..
Dan aku gak mau cuma jadi pemanis".
Kurang lebih begitu. Sebenarnya aku sih gak tau dia itu pencinta kopi atau bukan, namun setelah ku baca berulang ulang seharusnya ada kalimat yang aku tambahkan atau bahkan ku ganti, mungkin seperti ini
"..............................Dan aku gak mau cuma jadi pemanis.
Untukmu, pencinta kopi.
Katakan jika ingin bertamu, jadi aku tidak bingung saat kau datang.
Harus memberimu kopi atau hati".
Memang lebih pas jika ditambah bukan diganti.
Satu jam berlalu, kehadiranmu tak juga tiba. Aku hanya bisa membolak balikkan handphone sesekali ku lihat notifikasi instagram, Whatsapp juga tidak ada kabar darimu.
Kamu bilang ada mobil yang membuat jalan macet, sudah sering ini terjadi. Tapi akupun sudah sering menanti.
Kamu datang, dengan keadaan basah kuyup. Sampai sampai aku mengira kau jalan kaki. Memang parkirannya cukup jauh, tapi kok bisa? Apa kamu gak sakit nantinya?
Aku bertanya,"Lah kamu kenapa gak telfon aku? Biar aku bawain payung? Aku udah siapin payung kok buat kamu?".
Dan kamu menjawab,"apa ada pertolongan yang lebih manis dari persiapan yang tanpa diminta?"
Ah, kamu selalu membuat wajahku merah.
Dan kamu berkata,"hujan pasti ngomong gini. Kamu gak suka aku? Gak apa apa, kamu boleh berteduh kok. Aku gak akan pernah maksa untuk kamu basah karna aku".
Dengan cepat aku menjawab kesal.
"Jika kamu memang hujan,
Dan aku tidak suka hujan,
Kenapa kamu menyuruhku berteduh?"
Kamu pun langsung menjawab,
"Jika aku yang hujan,
dan kamu suka. Kamu boleh kok berteduh, jika tidak ingin basah
Karna suka belum tentu siap berkorban."
Aku langsung menjawab,
"suka itu kesenangan,
berteduh itu pilihan
Kadang kita boleh jadi memilih yang bukan kesenangan agar atau artinya kekecewaan"
Kamu langsung menjawab,"salah. Kali ini kamu salah dan harus ku perbaiki pikiranmu.
Yang benar begini :
kadang boleh jadi kita memilih yang bukan kesenangan atau tidak memilih yang padahal kesenangan hanya karna kita terlalu mengharapkan kebahagiaan dan takut akan kekecewaan."
Dan kamu kembali melanjutkan, "itu lebih tepatnya. Jangan kamu berlarut, hati itu bukan gula yang harus dilarutkan dalam sebuah kopi. Hidangkan kopinya jangan hatinya." matamu sambil melirik tulisanku disecarik kertas yang tepat ada dibawah handphone dan kunci mobilku.
"Kamu kangen? Atau kamu..."
Langsung ku patahkan,"sudahlah diam, aku hampir 2 jam menunggumu, ku buat saja itu".
Kamu menjawab dengan ledekan, "membuat tulisan tentang pencinta kopi? Tak sudah sudah masa lalumu.. Wajar 5 tahun hahaha tapi kok 5 tahun hanya bertamu, sampai kopi yang disajikan habis dan malah meminta hati.
Eh mana hatimu?
Sudah dikembalikan belum?
Kalo belum,
Sini biar aku yang ambil darinya".
Kata kosong yang tidak manis tapi selalu membuat senyum simpul diwajahku, selalu ada pelangi setelah hujan. Tapi jangan berharap pelangi akan datang kalau kamu tidak berani jalan ditengah hujan. Jemputlah kejarlah pelangimu, jangan peduli basahnya dirimu. Karena ketidaksenanganmu akan hujan belum tentu menggagalkanmu bertemu pelangi, sebaliknya kesenanganmu akan hujan belum tentu membuatmu dapat melihat pelangi.
Label:
Cerpen Cinta Remaja
Apakah ada yang lebih indah dari mengikhlaskan kenangan?
Aku tergopoh gopoh pulang dan langsung masuk ke dalam rumah, jelas saja kamu memberi kabar akan datang disaat aku sudah lama tak menghiraukan rumah. Saat ku pandangi sekeliling, aku terdiam dan berfikir dari mana aku harus mulai. Ini terlalu berantakan untuk diberesi, haduh aku tak habis pikir kenapa kamu sangat mendadak sih? Ruang tamu saja tidak jelas bentuknya, apa pantas aku hanya membuka pintu gerbang dan kita ngobrol di luar? Teras pun tak layak untuk jadi tempat singgah.
Mungkin yang harus ku persiapkan terasnya dulu. Baru aku rapihkan ruang tamu hingga ruangan lainnya. Terlalu banyak daun daun yang ikhlas dibuang oleh pohon eh atau pohon ya yang ikhlas ditinggalkan daun yang gugur itu? Ah, itu cuma pandangan saja. Terserah kamu mau liat dari mana. Pelan pelan ku mulai, walau sesekali enggan melanjutkan karna terlalu banyak kenangan disini.
Keyakinan demi keyakinan timbul saat aku menghidupkan lilin kala malam, sebab lampu sudah lama mati dan belum ku ganti. Lilin saja ikhlas toh merelakan dirinya demi menerangi aku dalam gelap. Kenapa aku harus tetap terjebak dalam gelap ini? Ya, harus ku selesaikan. Itu keyakinan ku.
Mulai ku tata satu persatu, tiap barang ku susun pada tempat tempatnya. Pada pos posnya. Mungkin sudah waktunya, sudah saatnya ku tata rumahku, ya rumahku adalah hatiku, hati yang kacau berantakan ini. Agar tamu tak segan untuk masuk. Aku tahu, jika ku biarkan hati ini masih berantakan dengan kenangan tentangmu. Orang baru pun segan untuk bertamu.
Sudah lah lupakan, aku yang mematahkan hatiku sendiri. Jangan risau, aku bisa mengatasinya. Hanya saja jangan hadir dulu ya. Aku takut aku rindu. Biarkan aku menikmati kenyamanan dengan yang baru. Disitulah aku akan tahu seberapa berartikah kenangan kenangan yang berantakan dulu, setelah aku menata hati.
Apakah ada yang lebih indah dari mengikhlaskan kenangan?
Mungkin yang harus ku persiapkan terasnya dulu. Baru aku rapihkan ruang tamu hingga ruangan lainnya. Terlalu banyak daun daun yang ikhlas dibuang oleh pohon eh atau pohon ya yang ikhlas ditinggalkan daun yang gugur itu? Ah, itu cuma pandangan saja. Terserah kamu mau liat dari mana. Pelan pelan ku mulai, walau sesekali enggan melanjutkan karna terlalu banyak kenangan disini.
Keyakinan demi keyakinan timbul saat aku menghidupkan lilin kala malam, sebab lampu sudah lama mati dan belum ku ganti. Lilin saja ikhlas toh merelakan dirinya demi menerangi aku dalam gelap. Kenapa aku harus tetap terjebak dalam gelap ini? Ya, harus ku selesaikan. Itu keyakinan ku.
Mulai ku tata satu persatu, tiap barang ku susun pada tempat tempatnya. Pada pos posnya. Mungkin sudah waktunya, sudah saatnya ku tata rumahku, ya rumahku adalah hatiku, hati yang kacau berantakan ini. Agar tamu tak segan untuk masuk. Aku tahu, jika ku biarkan hati ini masih berantakan dengan kenangan tentangmu. Orang baru pun segan untuk bertamu.
Sudah lah lupakan, aku yang mematahkan hatiku sendiri. Jangan risau, aku bisa mengatasinya. Hanya saja jangan hadir dulu ya. Aku takut aku rindu. Biarkan aku menikmati kenyamanan dengan yang baru. Disitulah aku akan tahu seberapa berartikah kenangan kenangan yang berantakan dulu, setelah aku menata hati.
Apakah ada yang lebih indah dari mengikhlaskan kenangan?
Label:
Cerpen Cinta Remaja
Langganan:
Postingan (Atom)