Dulu aku pernah
mencintainya dengan sebuah kebahagiaan ditemani indahnya setangkai mawar merah
yang diberikan pada hari jadi kami ke delapan belas. Tatapannya begitu lembut
dengan kemeja yang hitam yang dikenakan sore itu. Mungkin dia ingin membuat
sedikit kejutan pada hari jadi kami ke delapa belas ini, ditambah dengan
masing-masing mempunyai waktu untuk hangout berdua, berbagi waktu bersama. Aku
yang mendapat libur empat hari pada saat itu benar-benar memanfaatkan waktu
dengannya. Makan malam yang indah menambah suasana romantis pada hari itu,
ditambah adanya beberapa lagu yang mengiringi candle light dinner kami. Indah,
tak ingin ku lupakan.
Esoknya semua
berubah kemesraan itu sirna, hilang tanpa jejak. Yang ada hanya jeritan-jeritan
melalui bbm. Mungkin karena orang ketiga yang selalu berusaha masuk ke
celah-celah dinding cinta kami. Ataupun karena kami tak pandai memilih kunci
untuk hati kami, sampai-sampai ada saja penyakit cinta yang mencoba merobohkan
pondasi yang sudah bertahun kami bangun bersama. Sedikit demi sedikit pondasi
itu goyah,mungkin sedikit retak dibagian bawahnya. Walau dari luar masih
terlihat kokoh dan gagah. Namun itulah keadaan cinta kami. Mulai tergoyah.
Waktu terus
berputar, bulanpun berganti. Sejak kesempatan itu aku mencoba menghindar
darinya. Mencoba mencari kepingan yang retak ntah tersebar dimana dan mencoba
menyusunnya utuh, tapi saat semuanya hampir sempurna dia kembali
menghancurkannya. Hingga aku tak yakin aku akan bisa menyusun semuanya seperti
semula atau akan tersisa beberapa. Pada dasarnya, kami sama-sama terluka. Kami
sama-sama kecewa dan kami sama-sama mengalah. Sama-sama menahan emosi,
sama-sama menahan ego. Semuanya kami lakukan karena kami sama-sama cinta.
Yang aku ingat
sejak itu aku mengirimkan pesan-pesan kekecewaan kepadanya yang mungkin untuk
beberapa saat tak bisa ku titipkan kepercayaan. Ku lontarkan kata-kata kasih
sayang dan semangat untuknya, agar dia tak lelah memperjuangkan kami. Cukup
lama dia mebalas pesan pada saat itu, ntahlah hal itu membuatku sedikit ragu
akan usahanya. Untung saja saat itu dia memberikan alasan yang sedikit tepat,
dia bilang dia baru saja ibadah. Tetap saja aku jadi agak ragu denganmu.
Semua sudah
berlalu semua sudah selesai, tetapi cinta yang dulu bersama kebahagiaannya
belum kembali pulang. Aku sangat merindukan cerita lalu saat aku bisa mendengar
cerewetnya di telepon membaca pesannya hingga larut malam, menerima getar
akibat PING!!! nya ratusan kali. Ahh, sunggu sebenarnya aku sungguh egois
memaksakan semua agar seperti dulu. Aku tau semua itu sangat kecil terjadi,
perubahan itu bukan hal yang mudah. Tapi aku selalu berharap akan semuanya,
akan sebuah kebahagiaan, dan juga akan sebuh kedewasaan..
0 komentar:
Posting Komentar